TUGAS MAKALAH
MATERI KULIAH METODELOGI STUDY
ISLAM
“ALIRAN -ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM DAN
SEJARAH NYA”
Kelompok
Ke-3
Suwanda
(Iwan)
Zahid
Ali Hamdi
Idris
STAI
SUKABUMI KELOMPOK STUDY CIKERETEG
Jl. Mayjen H.E.
Sukma Km. 11 Cikereteg, Caringin - Bogor 16730
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A)
LATAR BELAKANG
Membahas Aliran-aliran dalam pemikiran islam
dan sejarah nya, maka taklain membahas agama islam1 itu sendri.
Dalam sebuah perguruan tinggi, aliran-aliran atau ajaran ajaran itu biasa
disebut dengan studi islam. Di kalangan para ahli masih terdapat
perdebatan di sekitar permasalahan apakah studi islam (agama) dapat
dimasukkan kedalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat karakteristik
antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda.
Namun sesuai dengan perkembangan zaman,
perdebatan-perdebatan di kalangan para ahli tentang apakah sebenarnya studi
islam menghasilkan titik temu. Nah, untuk itulah kiranya kita harus
mengetahui aliran atau ajaran islam yang dalam masa ini lebih dikenal dengan studi
islam. Studi-studi dalam islam memiliki banyak sekali aliran. Namun yang
paling popular dalam perkembangannya ada empat buah ilmu pengetahuan, yaitu;
ilmu kalam, ilmu fiqih (hukum), ilmu tasawuf, dan ilmu hadits.Disini kami
secara khusus akan membahas tentang aliran pemikiran fiqih.
Pengertian Hukum Islam hingga saat ini masih
rancu dengan pengertian syariah. Untuk itu dalam pengertian hukum islam di sini
dimaksudkan di dalamnya pengertian syariat. Dalam kaitan ini dijumpai pendapat
yang mengatakan bahwa hukum Islam atau Fiqih adalah sekelompok dengan syariat, yaitu
ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash
Alquran dan al-Shunnah. Bila ada nash dari Alquran atau Al-Shunnah yang
berhubungan dengan amal perbuatan tersebut, atau yang diambil dari
sumber-sumber lain, bila tidak ada nash dari Alquran dan Al-Shunnah,
dibentuklah suatu ilmu yang disebut dengan Ilmu Fiqih. Dengan demikian yang disebut
Ilmu Fiqih adalah sekelompok hukum tentang amal perbuatan manusia2
yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas
sebenarnya dapat dibedakan antara syariah dan hukum Islam atau Fiqih. Perbedan
tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang digunakan. Jika syariat didasarkan
pada nash atau dalil Alquran dan Al-Shunah secara langsung tanpa
penalaran; sedangkan hukum Islam didasarkan pada dalil-dalil yang dibangun oleh
para Ulama melalui penalaran atau ijtihad dengan tetap berpegang pada semangat
yang terdapat dalam syariat. Dengan demikian, jika syariat bersifat permanen,
kekal dan abadi, fiqih atau hukum Islam bersifat temporer, dan dapat berubah.
1Islam, pada dasarnya, adalah kata dalam bahasa
Arab yang berarti penyerahan diri. MENYURAT YANG SILAM MENGGURAT YANG
MENJELANG, HALAMAN 367
2 amal perbuatan manusia ialah segala amal
perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan bidang ibadat, mu’amalat, kepidanaan
dan sebagainya; bukan yang berhubungan dengan akidah (kepercayaan). Sebab yang
terakhir ini termasuk dalam pembahasan Ilmu Kalam. Adapun yang dimaksud dengan
dalil-dalil yang terperinci ialah satuan dalil yang masing-masing menunjuk
kepada suatu hukum tertentu.
B)
POKOK
PERMASALAHAN
Sebelum sampai kepada pembahasan, terlebih
dahulu penulis tentukan pokok permasalahan sebagai tolak ukur agar
pembahasan tidak melebar dan menyimpang. Sebagai pokok permasalahan dalam
makalah ini adalah Bagaimanakah latar belakang dan sejarah munculnya Aliran
Kalam (Teologi), Aliran Fiqih, dan Aliran Tasawuf, serta para filosof muslim
terkemuka?
karena bagaimanapun juga kita sebagai
orang Muslim sudah selayaknya mengetahui itu semua, dalam pembahasan
makalah ALIRAN -ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM DAN SEJARAH NYA ini, penulis
menambahkan biografi para filosof muslim yang terkemuka pada zamanya, agar para
pembaca mengetahui bahwa orang Islam dalam bidang tegnologi itu lebih dahulu
maju dibanding yang lainya.
BAB II
PEMBAHASAN
ALIRAN-ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM DAN
SEJARAHNYA
A)
Aliran-Aliran
Kalam
Islam merupakan agama yang diyakini sebagai
agama rahmat li al-amin oleh setiap umat Islam, tetapi tidak selamanya bersifat
positif salah satu buktinya adalah tahkim. Peristiwa ini membuat bencana bagi umat
islam sehingga terpecah belah menjadi tiga kelompok yaitu:
a.
Pendukung Mu’awiyah yaitu Amr bin Ash
b.
Pendukung Ali bin Abithalib yaitu Abu musa
al-Asy’ari
c.
Kelompok yang menentang Ali bin Abi thalib yang
dipelopori oleh Atab bin A’war dan Urwah bin Jarir, kelompok ini dikenal dengan
nama Khawarij.
Macam-Macam
Aliran Kalam:
1.
Khawarij
Pada awalnya, Khawarij merupakan aliran atau
fraksi politik, kelompok ini terbentuk karena persoalan kepemimpinan umat
islam, tetapi mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri umat,
aliran mereka yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar ( murtakib al-kaba’ir ).
menurut Khawarij orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim telah
melakukan dosa besar. Orang islam yang melakukan dosa besar, dalam pandangan
mereka berarti telah kapir: kapir setelah memeluk Islam berarti murtad dan
orang murtad halal dibunuh berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa nabi
muhammad saw bersabda : ”man baddala dinah faktuluh “, atas dasar premis-premis
yang dibangunnya Khawarij berkesimpulan bahwa orang yang terlibat dan
menyetujui tahkim harus dibunuh. Bagi mereka,pembunuhan terhadap orang-orang
yag dinilai telah kafir adalah “ibadah”.
2.
Murji’ah
Sebagian umat islam khawatir terhadap gagasan
Khawarij yang mengkafirkan Ali bin Abi thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Amir
bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari. Oleh karena itu sebagian ulama mencoba bersikap
netral secara politik dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlibat dan
menyetujui tahkim. umat islam yang tergabung dalam kelompok ini kemudian
dikenal sebagai Murji’ah. kelompok ini dipelopori oleh Ghilan al-Dimasyai.
Ajaran utama aliran Murji’ah adalah orang islam
yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukumi (ditundukan ) kedudukannya
dengan hukum dunia, mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di neraka atau
di surga, kedudukan mereka ditentukan dengan hukum akhirat. bagi mereka
perbuatan maksiat tidak merusak iman sebagai mana perbuatan taat tidak
bermanfaat bagi yang kufur, selain itu bagi mereka iman adalah pengetahuan
tentang allah secara mutlak, sedangkan kufur adalah ketidak tahuan tentang
tuhan secara mutlak. Oleh karena itu menurut Murji’ah iman itu tidak bertambah
dan tidak berkurang .
3.
Qadariyah
Manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan
dalam menentukan perjalanan hidupnya. menurut paham ini manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. aliran
ini disebut Qadariyah karena memandang bahwa manusia memiliki kekuatan ( qudrah
) untuk menentukan perjalanan hidupnya dan untuk mewujudkan perbuatannya.menurut
temuan sementara ajaran ini pertamakali dikenalkan oleh Ma’bad al-Juhani karena
tidak terdapat bukti yang otentik tentang siapa yang pertamakali membentuk
ajaran Qadariyah.
4.
Jabariyah
Menurut aliran ini manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya,
mereka hidup dalam keterpaksaan ( jabbar ), karena aliran ini berpendapat
sebaliknya; bahwa dalam hubungan dengan manusia, tuhan itu maha kuasa.karena
itu, tuhanlah yang menentukan perjlanan hidup manusia dan yang mewujudkannya.
Ajaran ini dipelopori oleh Al-ja’d bin Dirham.
5.
Muktazilah
Kelompok ini banyak menggunakan kekuatan akal
sehingga mereka digelari “ kaum rasionalis islam “aliran ini didirikan dan
disebarluaskan oleh Washil bin Atha.
Ajaran pokok aliran Muktazilah adalah panca ajaran atau pancasila Muktazilah yaitu:
Ajaran pokok aliran Muktazilah adalah panca ajaran atau pancasila Muktazilah yaitu:
a.
Keesaan tuhan (al-tauhid)
b.
Keadilan tuhan (al-adl)
c.
Janji dan ancaman (al-wa’d wa al-waid)
d.
Posisi diantara dua tempat (al-manzilah bain
al-manzilatin)
e.
Amar makruf nahi munkar (al-amr bi al-ma’ruf wa
al-nahy’an al-munkar)
f.
Ahu sunnah wal jama’ah
Ahu sunnah wal jama’ah terbentuk akibat dari
adanya penentangan terhadap aliran Muktazilah oleh orang Muktazilah itu
sendiri, mereka adalah Abu al-Hasan, Ali bin Isma’il bin Abi basyar ishak bin
Salim bin isma’il bin abd Allah bin Musa bin Bilal bin Abi burdah amr bin Abi
musa al-asy’ari. Imam al-asy’ari (260-324 H), menurut Abubakar isma’il
al-Qairawani adalah seorang penganut Muktazilah selama 40 tahun kemudian ia
menyatakan keluar dari Muktazilah. setelah itu ia mengembangkan ajaran yang
merupakan counter terhadap gagasan-gagasan Muktazilah.
Ajaran pokok Ahu sunnah wal jama’ah tidak sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam al-asy’ari. Para pelanjutnya antara lain Imam abu manshur al-maturidi yang kemudian mendirikan aliran Maturidiyyah yang ajarannya lebih dekat dengan muktazilah. Imam al- maturidi pun memiliki pengikut yaitu al-bazdawi yang pemikirannya tidak selamanya sejalan dengan gagasan gurunya. Oleh karena itu para ahli menjelaskan bahwa maturidiah terbagi menjadi dua golongan: 1. golongan Maturidiah Samarkand, yaitu para pengikut Imam al-maturidi dan 2. golongan Maturidiah Bukhara,yaitu para pengikut Imam al-bazdawi yang tampaknya lebih dekat dengan ajaran al-asy’ari.
Ajaran pokok Ahu sunnah wal jama’ah tidak sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam al-asy’ari. Para pelanjutnya antara lain Imam abu manshur al-maturidi yang kemudian mendirikan aliran Maturidiyyah yang ajarannya lebih dekat dengan muktazilah. Imam al- maturidi pun memiliki pengikut yaitu al-bazdawi yang pemikirannya tidak selamanya sejalan dengan gagasan gurunya. Oleh karena itu para ahli menjelaskan bahwa maturidiah terbagi menjadi dua golongan: 1. golongan Maturidiah Samarkand, yaitu para pengikut Imam al-maturidi dan 2. golongan Maturidiah Bukhara,yaitu para pengikut Imam al-bazdawi yang tampaknya lebih dekat dengan ajaran al-asy’ari.
6.
Salafi
Aliran ini tidak selamanya sejalan dengan
gagasan-gagasan imam al-asy’ari, terutama karena aliran ahu sunnah wal jama’ah
menggunakan logika (manthiq) dalam menjelaskan teologi, sedangkan aliran salafi
menghendaki teologi apa adanya tanpa dimasuki oleh unsur ra’y. aliran ini
dikemukakan oleh Ibnu taimiah.
B)
Sejarah
Munculnya Mazhab Fiqih
1.
Pengertian
Mazhab
Kata mazhab berasal dari bahasa Arab yaitu isim
makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi)
(Al-Bakri, I‘ânahath-Thalibin, I/12). Jadi, mazhab itu secara bahasa
artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-tharîq) (Abdullah, 1995: 197;
Nahrawi, 1994: 208). Secara terminologis pengertia mazhab menurut Huzaemah
TahidoYanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid
dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukumIslam3. Sedangkan
menurut istilah ushul fiqih, mazhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang
berupa hukum-hukum Islam, yang digali daridalil-dalil syariat yang rinci serta
berbagai kaidah (qawâ’id) dan landasan (ushûl) yang mendasari pendapat
tersebut, yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan
yang utuh (Nahrawi, 1994: 208; Abdullah, 1995: 197). Menurut Muhammad Husain
Abdullah (1995:197), istilah mazhab mencakup dua hal: (1) sekumpulan hukum-hukum
Islamyang digali seorang imam mujtahid; (2) ushul fikih yang menjadi jalan (tharîq)
yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum Islamdari dalil-dalilnya
yang rinci4.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan dua
unsur mazhab inidengan berkata, “Setiap mazhab dari berbagai mazhab yang ada
mempunyai metode penggalian (tharîqah al-istinbâth) dan pendapat tertentu
dalamhukum-hukum syariat.” (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/395)5.
2.
Biografi Empat
Imam Mazhab Fiqih
Mengingat betapa masyhurnya nama keempat imam
mazhab ini, berikut akan dijelaskan lebih lanjut bagaimana pribadi dan
pemikiranmereka.
a.
Imam Hanafi (Tahun 80 – 150 H.) Nama
beliau yang sebenarnya adalah Imam Abu Hanifah al- Nu’man bin Sabit bin
Zauti lahir pada tahun 80 H. di kota Kuffah padamasa Dinasti Umayyah6.
Semua literatur yang mengungkapkan kehidupan Abu Hanifah menyebutkan bahwa Abu
Hanifah adalah seorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya, zuhud, ‘abid, wara’,
taqiy, khusyu’ dan tawadhu’.Metode ushul yang digunakan Abu Hanifah banyak
bersandar pada ra’yun, setelah pada Kitabullah dan As Sunnah.
Kemudian ia bersandar pada qiyas, yang ternyata banyak menimbulkan protes
dikalangan para ulama yang tingkat pemikirannya belum sejajar denganAbu
Hanifah. Begitu pula halnya dengan istihsan yang ia jadikansebagai sandaran
pemikiran mazhabnya, mengudang reaksi kalanganulama7. Imam Hanafi
disebutkan sebagai tokoh yang pertama kalimenyusun kitab fiqh berdasarkan
kelompok-kelompok yang berawaldari yang kemudian diikutioleh ulama-ulama
sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya 8.
Pada akhir hayatnya Abu Hanifah diracuni, sebagaimana yangdisampaikan dalam
Kitab Al-Baar Adz-Dzahabi berkata, diriwayatkan bahwa khalifah Al-Manshur
memberi minuman beracun kepada imamAbu Hanifah dan dia pun meninggal sebagai
syahid. Semoga Allahmemberikan rahmat kepadanya. Latar belakang kematiannya
karena ada beberapa penyebar fitnah yang tidak suka pada Abu Hanifah, memberi
keterangan palsu pada Al-Manshur, sehingga Al-Manshur melakukan pembunuhan
itu, dan ada sebuah riwayat shahihmengatakan bahwa ketika merasa kematiannya dekat,
kesucian (taharah), shalat dan
seterusnya,
3.http://diaz2000.multiply.com
4.Http://www.hayatulislam.net/persoalan-seputar-mazhab.html
5Ibi
Abu
Hanifah bersujud hingga beliau meninggal dalam keadaan bersujud9.
Para ahli sejarah bersepakat beliau meninggal pada bulan rajabtahun 150 H dalam
usia 70 tahun.
b.
Imam Maliki (Tahun 93 – 179 H.) Nama
lengkapnya adalah Malik bin Anas Abi Amir al Ashbahi,dengan julukan Abu
Abdillah. Ia lahir pada tahun 93 H, Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam
penyusunannya iamenghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan
kepada 70 ahli fiqhMadinah10.Dalam sumber lain menyebutkan bahwa
nama lengkap beliauadalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu ‘Amir bin ‘Amr bin
AlHarits bin Ghaiman bin Khutsail bin ‘Amr bin Al Harits Al Himyari AlAshbahi
Al Madani11. Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H. Sejak
mudaia sudah menghafal Al-Qur’an dan sudah nampak minatnya dalamilmu
pengetahuan. Ia dipandang ahli dalam berbagai cabang ilmu,khususnya ilmu hadits
dan fiqih. Karya-karya Imam Malik begitu banyak, di antaranya yang paling
populer adalah Al Muwatta’ yang berarti ‘kemudahan’ atau
‘kesederhanaan’. Keistimewaan Al-Muwatta’adalah bahwa Imam Malik merinci berbagai
persoalan kaidah-kaidah fiqhiyah yang di ambil dari hadits-hadits dan atsar.
Muthalib bin
Abdu Manaf, yang merupakan kakek dari kakek Nabi. Sebagian besar
riwayat menyebutkan bahwa Imam Syafi’i lahir di daerah Ghazza, Syam
(Palestina) dari keturunan Quraisy dan Nasabnya bertemu dengan Nabi
Muhammad saw. pada kakeknya, Abdi Manaf ayahnya meninggal ketika ia masih
kecil. Pada usia duatahun ia dibawa oleh ibunya untuk pindah ke Makkah. Pada
umur sekitar tujuh tahun Imam Syafi’i sudah menghafal Al-Qur’an, selain itu ia
juga banyak menghafal hadits-hadits Nabi. Selain pengembaraan intelektual dan
keilmuan yang sedemikian rupa, fiqih Imam Syafi’i juga merupakan refleksinya.
Dengan kata lain,kehidupan sosial masyarakat dan keadaan zamannya
amatmempengaruhi Imam Syafi’i dalam membentuk pemikiran dan mazhab fiqihnya.
Sejarah hidupnya menunjukkan bahwa ia amat dipengaruhi oleh masyarakat sekitar
terbukti dengan munculnya dua kecendrungandalam mazhab Syafi’i yang dikenal
dengan qaul qadim (mazhab lama) dan qaul
jadid (mazhab baru). Menurut para ahli sejarah fiqih, mazhab qadim Imam
Syafi’idibangun di Irak pada tahun 195 H.
Kedatangan Imam
Syafi’i keBaghdad pada masa pemerintahan khalifah Al-Amin itu melibatkan Syafi’i
dalam perdebatan sengit dengan para ahli fiqih rasional Irak.Sedangkan mazhab
jadid adalah pendapat selama berdiam di Mesir yang dalam banyak hal mengoreksi
pendapat-pendapatsebelumnya. Pemikiran-pemikiran baru Imam Syafi’i di antaranya
dimuat dalam bukunya Al-Umm. Pada tahun 195 H. ia kembali keBaghdad dan berdiam
di sana selama tiga tahun. Karakteristik pemikiran Syafi’i tahapan kedua ini
lebih bersifat pengembangan atau pengetrapan pemikirannya yang global
terhadap
6. Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Pakar-pakar
Fiqih sepanjang sejarah, 2001, Hal. 72
7. Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam
Tidak Bermazhab, 1995, Hal. 333
9.http://www.mail-archive.com/sarikata@yahoogroups.com/msg08055.html
10.http://id.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas
masalah-masalah
furu’iyah. Pluralisme pemikiran yang ada di Irak adalah faktor utama yang
menyebabkan kematangan pemikiran Syafi’i.Kemudian pada tahun 199 H. ia pindah
ke Mesir hingga wafat pada tahun 204 H. Tahun-tahun terakhirnya di Mesir
ia gunakan sebagian besar untuk menulis dan merevisi buku-buku yang pernah ditulisnya.
Bukunya Ar-Risalah yang ditulis ketika di Makkah direvisi ulang, dikurangi dan
ditambah sesuai dengan perkembangan baru di Mesir 12.
c.
Imam Syafi’i (Tahun 150 – 204 H.)Ia bernama Abu
Abdullah, Muhammad ibnu Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i bin Saaib
bin ‘Abiid bin Abdu Yazid bin Hasim
d.
Imam Hambali ( Tahun 164 – 241 H.) Nama
lengkap imam besar ini adalah Ahmad bin Hambal binHilal bin Usd bin Idris bin
Abdullah bin Hayyan ibn Abdullah binAnas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin
Syaiban. Ia terlahir di BaghdadIrak pada tahun 164 H/780 M13.
Ayahnya meninggal dunia ketikaAhmad masih kecil, ia kemudian diasuh oleh
ibunya.Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an hingga beliau
hafal pada usia 15 tahun,
11.http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/04/
biografi-al-imam-malik-bin-anas
beliau juga
mahir baca-tulis dengansempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah
tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur
15 tahun itu pula. Beliau telah mempelajari Hadits sejak kecil dan
untuk mempelajari Hadits ini beliau pernah pindah atau merantau ke Syam
(Syiria). Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya
lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagainegeri, seperti di
Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dannegeri lainnya. Di antara mereka
adalah: Ismail bin
Ja’far , Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah
bin Khalid, Husyaim bin
Basyir bin Qasim bin
Dinar As-Sulami, Imam Asy-Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin ‘Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim bin Ma’qil14.
Umumnya ahli
hadits pernah belajar kepada imam Ahmad binHambal, dan belajar kepadanya juga
ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah: Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad,
Putranya,Shalih bin Imam
Ahmad bin Hambal, Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad
bin Hambal, Keponakannya, Hambal bin Ishaq. Setelah sakit
sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan nafas terakhirnya di pagi hari
Jum’at bertepatandengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77
tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan
enam puluh ribu pelayat perempuan15.
3.
Sejarah Empat
Mazhab Fiqih
Ilmu
fiqih baru muncul pada periode tabi' al-tabi'in yaitu sekitar abad kedua Hijriyah,
dengan munculnya para mujtahid di berbagai kota,serta terbukanya pembahasan dan
perdebatan tentang hukum-hukumsyariah. Pada masa-masa itulah di Irak muncul
seorang mujtahid besar bernama Abu Hanifah al-Nu'man ibn Tsabit
(80-150 H atau 700-767 M)yang merupakan orang pertama yang memformulasikan ilmu
fiqih, tetapiilmu ini belum dibukukan.Sementara itu, di Madinah muncul juga
seorang mujtahid besar bernama Malik ibn Anas (93-178 H atau 713-795
M) yang memformulasikan ilmu fiqih dan membukukan kumpulan hadis berjudul
al-Muwaththa', yang terutama berisi hukum-hukum syariah. Pembukuankitab ini
dilakukan atas permintaan khalifah Abu Ja'far al-Manshur (137-159 H atau
754-775 M), dengan maksud sebagai pedoman bagi kaum Muslimin dalam mengarungi
kehidupan mereka.
Kitab
ini kemudian menjadi dasar bagi faham fiqih di kalanganumat Islam di Hijaz
(aliran ahl-hadis). Sedangkan yang menjadi pedoman bagi faham fiqih di
kalangan umat Islam di Irak (aliran ahl al-ra'y) adalah buku-buku yang
ditulis oleh murid-murid Abu Hanifah, terutamaMuhammad ibn al-Hasan al-Syaibani
(102-189 H) dengan bukunya antaralain al-Jâmi' al-Kabîr dan al-Jâmi'
al-Shaghîr dan Abu Yusuf (112-183 H)dengan bukunya berjudul Kitab al-Kharâj
(Kitab tentang Pajak Penghasilan). Abu Hanifah sendiri pernah diminta
menjadi qâdhî (hakim)oleh seorang khalifah Dinasti Abbasiyyah, tetapi
permintaan ini ditolak, sementara Abu Yusuf pernah menjadi qâdhî pada masa
khalifah Harun al-Rasyid. Baik Abu Hanifah maupun Malik ibn Anas kemudian oleh
para pengikutnya masing-masing dijadikan sebagai pendiri mazhab Hanafi
danMaliki16.
Sejak
periode tabi'in sering terjadi perdebatan antara kedua alirantersebut.
Sementara kalangan ahl al-hadis mencela kelompok ahl al-ra'ydengan tuduhan
bahwa ahl al-ra'y meninggalkan sebagian hadis, maka ahlal-ra'y pun menjawab
dengan mengemukakan argumentasi tentang'illah-'illah hukum (legal reasons) dan
maksud-maksud syariah. Padaumumnya ahl al-ra'y dengan kemampuan debatnya dapat
mengalahkan argumentasi ahl al-hadîts, sebagaimana contoh di atas. Maka
munculnya Muhammad ibn Idris al-Syafi'i atau yang dikenal dengan Imam Syafi’I (150-204
H atau 767-820 M), yang di satu segi menguasai banyak hadisdan di lain segi
memiliki kemampuan dalam menggali dasar-dasar dantujuan-tujuan hukum, dapat menghilangkan
supremasi ahl al-ra'y terhadapahl al-hadis dalam perdebatan. Karena jasanya
membela hadis, maka iadijuluki sebagai "nâshir
al-sunnah" (pembela Sunnah). Keempat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii,
dan Hambali) inilah yangsampai kini dianggap sebagai mazhab fiqih yang
beraliran Ahl al-Sunnahwa al-Jama'ah.
1.
Latar Belakang
dan Sejarah Munculnya Empat Mazhab Fiqih
Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam
telahtersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang
telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke nagara yang baru tersebut.
Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah
memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan.Sejalan dengan pendapat di atas,
Qasim Abdul Aziz Khomismenjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf
dikalangan sahabat ada tiga yakni :
a.
Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash
al-Qur’an
b.
Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan
riwayat
c.
Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.
12Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam
Sebuah Pengantar, Risalah Gusti:Surabaya, Cet.2,2006. Hal. 100
13.Ibid,Hal. 109-110
14.Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Pakar-pakar Fiqih
sepanjang sejarah, LKPSM:Yogyakarta, 2001, Hal. 105
Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab
ikhtilaf Dari sudut pandang yang berbeda, Ia berpendapat bahwa salah satu
sebabutama ikhtilaf di antara para sahabat prosedur penetapan hukum
untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada zaman RasulullahSAW17.
Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan denganmasa Tabi’in, muncullah
generasi Tabi’it Tabi’in. Ijtihad para Sahabatdan Tabi’in dijadikan suri
tauladan oleh generasi penerusnya yangtersebar di berbagai daerah wilayah dan
kekuasaan Islam pada waktuitu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabi’it
Tabi’in. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika memasuki
abad kedua hijriah, di mana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.
Dari mata rantai sejarah ini jelas terlihat bahwa pemikiran fiqih dari zaman
sahabat, tabiin hingga munculnya mazhab-mazhab fiqih pada periode ini. dan dari
sini pula kita dapat merumuskan apasebab-sebab munculnya mazhab pada periode
ini. Namun mazhab-mazhab muncul pada periode ini tidak terbatas pada empat
mazhab – Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’ie dan Hambali – seperti yang ada
sekarang. Dr. Thaha Jabir Fayyadh al-‘Ulwani berkesimpulan bahwa saat itu
muncul sekitar tiga belas mazhab yang semuanya berafiliasisebagai mazhab yang
“Ahlu Sunnah”, tetapi hanya delapan atausembilan mazhab saja yang dapat
diketahui dengan jelas dasar-dasar dan metode fiqhiyah yang mereka
pergunakan.Para imam mazhab-mazhab itu adalah : Imam Abu Sa’id bin Yasar
al-Bashir (wafat 110H.), Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi (wafat
150H.), Imam Auza’ie Abu Amr Abdur Rahman bin Amru binMuhammad (wafat 157 H.),
Imam Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri (wafat 160 H.), Imam Laits bin Sa’d
(wafat 157 H.), ImamMalik bin Anas al-Anshari (Wafat 179 H.), Imam Sufyan bin
Uyainah(wafat 198 H.), Imam Muhammad bin Idris al Syafi’ie (wafat 204 H.),dan
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (wafat 241 H.)18. Muhammad
Khudari Beik (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh menjadi enam
periode. Yaitu Periode risalah, Periodekhulafaurrasyidun, Periode awal
pertumbuhan fiqih, Periodekeemasan, Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam
mazhab fiqih, dan yang terakhir adalah periode kemunduran fiqih19.
Ø Periode
risalah.
Periode ini dimulai sejak kerasulanMuhammad SAW
sampai wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.).Pada periode ini kekuasaan penentuan
hukum sepenuhnya beradadi tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah
Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi
periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode Makkah, risalah Nabi SAW
lebih banyak tertuju pada masalah aqidah. Ayat hukum yang turun
pada periode ini tidak banyak jumlahnya, dan itu pun masih dalam rangkaian
mewujudkan revolusi aqidah untuk mengubah sistem kepercayaan masyarakat
jahiliyah menuju penghambaan kepada Allah SWT semata. Pada periode Madinah, ayat-ayat
tentang hukum turun secara bertahap. Pada masa ini seluruh persoalan hukum
diturunkan Allah SWT, baik yang menyangkut masalah ibadah maupun muamalah.
15.http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_bin_Hanbal
16 .Ibid
17.http://www.hupelita.com
18http://diaz2000.multiply.com
Ø Periode
al-Khulafaur Rasyidun.
Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi
Muhammad SAW sampai Mu'awiyah bin AbuSufyan memegang tampuk pemerintahan Islam
pada tahun 41H./661 M. Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur'an
dansunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagaiijtihad para
sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yangakan ditentukan hukumnya
tidak dijumpai secara jelas dalam nash. Pada masa ini, khususnya setelah Umar
bin al-Khattab menjadikhalifah (13 H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya
yang luasdalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul ditengah
masyarakat.
Ø Periode awal
pertumbuahn fiqh.
Masa ini dimulai pada pertengahan abad
ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga inimerupakan titik awal
pertumbuhan fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam. Dengan
bertebarannya para sahabat ke berbagaidaerah semenjak masa al-Khulafaur
Rasyidun (terutama sejak Usman bin Affan menduduki jabatan Khalifah, 33
H./644 M.),munculnya berbagai fatwa dan ijtihad hukum yang berbeda antarasatu
daerah dengan daerah lain, sesuai dengan situasi dan kondisimasyarakat daerah
tersebut.
Ø Periode
keemasan.
Periode ini dimulai dari awal abad ke-2sampai
pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam,
periode ini termasuk dalam periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000).
Seperti periode sebelumnya, ciri khas yang menonjol pada periode ini adalah
semangat ijtihad yang tinggi dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran
tentang ilmu pengetahuan berkembang. Perkembangan pemikiran ini tidak
sajadalam bidang ilmu agama, tetapi juga dalam bidang-bidang
ilmu pengetahuan umum lainnya.Dinasti Abbasiyah (132 H./750 M.-656 H./1258
M.) yang naik ke panggung pemerintahan menggantikan Dinasti Umayyah memilikitradisi
keilmuan yang kuat, sehingga perhatian para penguasa Abbasiyah terhadap
berbagai bidang ilmu sangat besar. Para penguasa awal Dinasti Abbasiyah
sangat mendorong fuqaha untuk melakukan ijtihad dalam mencari formulasi
fiqh guna menghadapi persoalan sosial yang semakin kompleks. Perhatian
para penguasa Abbasiyah terhadap fiqh misalnya dapat dilihat ketika Khalifah Harun
ar-Rasyid (memerintah 786-809) meminta Imam Malik untuk mengajar kedua
anaknya, al-Amin dan al-Ma'mun. Periode keemasan ini juga ditandai dengan
dimulainya penyusunankitab fiqh dan usul fiqh. Diantara kitab fiqh yang paling
awaldisusun pada periode ini adalah al-Muwaththa' oleh Imam Malik, al-Umm
oleh Imam asy-Syafi'i, dan Zahir ar-Riwayah dan an- Nawadir oleh Imam
asy-Syaibani. Kitab usul fiqh pertama yangmuncul pada periode ini adalah
ar-Risalah oleh Imam asy-Syafi'i.Teori usul fiqh dalam masing-masing mazhab pun
bermunculan,seperti teori kias, istihsan, dan al-maslahah al-mursalah.
Ø Periode tahrir,
takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh.
Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4
sampai pertengahanabad ke-7 H. Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan
tarjihadalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalammengomentari,
memperjelas dan mengulas pendapat para imammereka. Periode ini ditandai dengan
melemahnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqh. Ulama fiqh lebih banyak
berpegang padahasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam mazhab mereka masing-masing,
sehingga mujtahid mustaqill (mujtahid mandiri) tidak ada lagi. Sekalipun
ada ulama fiqh yang berijtihad, maka ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip
mazhab yang mereka anut. Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai
mujtahid fi al-mazhab (mujtahid yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang
ada dalam mazhabnya). Akibat dari tidak adanya ulama fiqh yang berani melakukan
ijtihad secara mandiri, muncullah sikap at-ta'assub al-mazhabi (sikap fanatik
buta terhadap satu mazhab)sehingga setiap ulama berusaha untuk mempertahankan
mazhab imamnya. Mustafa Ahmad az-Zarqa mengatakan bahwa dalam periode iniuntuk
pertama kali muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad telahtertutup. Menurutnya,
paling tidak ada tiga faktor yang mendorong munculnya pernyataan tersebut.
Dorongan para penguasa kepada para hakim (qadi)
untuk menyelesaikan perkara di pengadilan dengan merujuk padasalah satu
mazhab fiqh yang disetujui khalifah saja. Munculnya sikapat-taassub al-mazhabi
yang berakibat pada sikap
Kejumudan (kebekuan berpikir) dan taqlid (mengikuti
pendapat imam tanpa analisis) di kalangan muridimam mazhab.Munculnya gerakan
pembukuan pendapat masing-masing mazhab yang memudahkan orang untuk memilih
pendapat mazhabnya dan menjadikan buku itu sebagai rujukan bagimasing-masing
mazhab, sehinga aktivitas ijtihad terhenti. Darisini muncul sikap taqlid pada
mazhab tertentu yang diyakini sebagai yang benar, dan lebih jauh muncul pula
pernyataan haram melakukan talfiq.
Ø Periode
kemunduran fiqh.
Masa ini dimulai pada pertengahan abad
ke-7 H. sampai munculnya Majalah al-Ahkamal- 'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan
Turki Usmani) pada 26Sya'ban l293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan
lanjutan dari perkembangan fiqh yang semakin menurun pada periode
sebelumnya. Periode ini dalam sejarah perkembangan fiqhdikenal juga dengan
periode taqlid secara membabi buta.Pada masa ini, ulama fiqh lebih banyak
memberikan penjelasan terhadap kandungan kitab fiqh yang telah disusun dalam
mazhab masing-masing. Penjelasan yang dibuat bisa
berbentuk mukhtasar (ringkasan) dari buku-buku yang muktabar
(terpandang) dalammazhab atau hasyiah dan takrir (memperluas dan
mempertegas pengertian lafal yang di kandung buku mazhab), tanpa menguraikan
tujuan ilmiah dari kerja hasyiah dan takrir tersebut. Mustafa Ahmad
az-Zarqa menyatakan bahwa ada tiga ciri perkembangan fiqh yang menonjol
pada periode ini. Munculnya upaya pembukuan terhadap berbagai fatwa, sehingga
banyak bermunculan buku yang memuat fatwa ulama yang berstatus sebagai pemberi
fatwa resmi (mufti) dalam berbagai mazhab. Muncul beberapa produk fiqh
sesuai dengan keinginan penguasa Turki Usmani, seperti diberlakukannya
istilah at-Taqaddum (kedaluwarsa) di pengadilan. Disamping itu, fungsi ulil
amri (penguasa) dalam menetapkan hukum (fiqh) mulaidiakui, baik dalam
menetapkan hukum Islam dan penerapannya maupun menentukan pilihan terhadap
pendapat tertentu. Sekalipun ketetapan ini lemah, namun karena sesuai dengan tuntutan
kemaslahatan zaman, muncul ketentuan dikalangan ulama fiqh bahwa ketetapan
pihak penguasa dalam masalah ijtihad wajib dihormati dan diterapkan. Contohnya,
pihak penguasa melarang berlakunya suatu bentuk transaksi. Meskipun
pada dasarnya bentuk transaksi itu dibolehkan syara', tetapi atas dasar
pertimbangan kemaslahatan tertentu maka transaksi tersebut dilarang, atau
paling tidak untuk melaksanakan transaksi tersebut diperlukan pendapat
dari pihak pemerintah. Misalnya, seseorang yang berutang tidak dibolehkan
mewakafkan hartanya yang berjumlah sama dengan utangnya tersebut, karena hal
itu merupakan indikator atas sikapnya yang tidak mau melunasi utang tersebut.
Fatwa ini dikemukakan oleh Maula Abi as-Su'ud (qadi Istanbul padamasa
kepemimpinan Sultan Sulaiman al-Qanuni [1520-1566]dan Salim [1566-1574] dan
selanjutnya menjabat mufti Kerajaan Turki Usmani). Di akhir periode ini muncul
gerakan kodifikasi hukum (fiqh) Islam sebagai mazhab resmi pemerintah. Hal ini
ditandai dengan prakarsa pihak pemerintah Turki Usmani, seperti Majalah
al-Ahkamal-'Adliyyah yang merupakan kodifikasi hukum perdata yang berlaku
di seluruh Kerajaan Turki Usmani berdasarkan fiqh Mazhab Hanafi.
4.
Dasar-Dasar
Fiqih Empat Mazhab
a.
Dasar-dasar Fiqih Mazhab Hanafi
Abu Hanifah memang belum menetapkan dasar-dasar
pijakan dalam berijtihad secara terperinci, tetapi kaidah-kaidah umum
(ushul kulliyah) yang menjadi dasar bangunan pemikiran fiqhiyah tercermin dalam
pernyataannya berikut, “Saya kembalikan segala persoalan pada Kitabullah, saya
merujuk pada Sunnah Nabi, dan apabila saya tidak menemukan jawaban hukum
dalam Kitabullah maupun Sunnah Nabisaw. maka saya akan mengambil pendapat para sahabat
Nabi, dan tidak beralih pada fatwa selain mereka. Apabila masalahnya
sampai pada Ibrahim, Sya’bi, Hasan Ibnu Sirin, Atha’ dan Said bin Musayyib
(semuanya adalah tabi’ien), maka saya berhak pula untuk berijtihadsebagaimana
mereka berijtihad.”20. Dari sini kita ketahui bahwa dasar-dasar
istidlal yangdigunakan Abu Hanifah adalah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad dalam
pengertian luas. Artinya jika nash Al-Qur’an dan Sunnah secara
jelas- jelas menunjukkan pada suatu hukum, maka hukum itu disebut “diambil
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah”. Tetapi bila nash tadimenunjukkan secara tidak
langsung atau hanya memberikan kaidah-kaidah dasar berupa tujuan-tujuan moral, illat dan
lain sebagainya, maka pengambilan hukum disebut “melalui qiyas”.Semua imam
sepakat tentang keharusan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yang membedakan
dasar-dasar pemikiran Abu Hanifah dengan imam-imam yang lain sebenarnya
terletak pada kebenarannya menyelami suatu hukum, mencari tujuan-tujuan
moraldan kemaslahatan yang menjadi sasaran utama disyariatkannya suatu hukum.
Termasuk dalam hal ini adalah penggunaan teori qiyas, istihsan, ‘urf
(adat-kebiasaan), teori kemaslahatan dan lainnya. Perbedaan lebih tajam lagi
adalah bahwa Abu Hanifah banyak menggunakan teori-teori tadi dan sangat
ketat dalam penerimaan haditsahad. Tidak seperti imam yang lain, Abu Hanifah
sering menafsirkansuatu nash dan membatasi konteks aplikasinya dalam kerangka
illat, hikmah dan tujuan-tujuan moral dan bentuk kemaslahatan yang dipahaminya21.
Perlu ditambahkan bahwa betapapun Abu Hanifah terkenaldengan mazhab rasionalis
yang menyelami di balik arti dan illat suatuhukum serta sering mempergunakan
qiyas, akan tetap itu tidak berartiia telah mengabaikan nash-nash Al-Qur’an dan
Sunnah atau meninggalkan ketentuan hadits dan atsar. Tidak ada riwayat sahih
yang menyebutkan bahwa Abu Hanifah mendahulukan rasio daripada Al-Qur’an dan
Sunnah.Bahkan jika ia menemukan pendapat atau qaul (pernyataan) sahabat yang
benar, ia menolak untuk melakukan ijtihad. Dengan katalain, pemikiran fiqih Abu
Hanifah tidak berdiri sendiri tetapi berakar kuat pada
pendahulu-pendahulunya di Irak dan juga para ahli hadits di Hijaz. Muhammad bin
Hasan seperti dikutip Abu Zahrah, membenarkan bahwa dalam masalah hukum
seseorang yang berhubungan dengan istrinya sebelum tawaf ziarah, Abu
Hanifah mengambil pendapat Ibnu Abbas, seorang ulama ahli hadits Makkah,dan
menolak pendapat Ibrahim yang dikenal banyak mewariskan pemikiran fiqih
rasional kepadanya.
b.
Dasar-dasar Fiqih Mazhab Maliki
Seperti
halnya Imam Hanafi, Imam Malik sebenarnya belum menuliskan dasar-dasar fiqhiyah
yang menjadi pijakan dalam berijtihad, tetapi pemuka-pemuka mazhab ini,
murid-murid ImamMalik dan generasi yang muncul sesudah itu menyimpulkan
dasar-dasar fiqhiyah Imam Malik kemudian menuliskannya.Dari beberapa isyarat
yang ada dalam fatwa-fatwanya dan bukunya Al-Muwattha’, fuqaha Malikiyah
merumuskan dasar-dasar mazhab Maliki. Sebagian fuqaha Malikiyah
menyebutkan bahwa dasar-dasar mazhab Maliki ada dua puluh macam, yaitu : Nash
literatur Al-Qur’an, mafhumul mukhalafah, mafhumul muwafaqah, tambih
alal‘illah (pencarian kuasa hukum), demikian juga dalam sunnah, ijma’qiyas,
tradisi orang-orang Madinah, qaul sahabat, istihsan, istishab, sadd al dara-i’,
mura’at al khilaf, maslahah mursalah dan syar’u manqablana. Al-Qurafi dalam
bukunya Tanqih Al-Ushul, menyebutkan dasar-dasar mazhab maliki sebagai berikut
: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, perbuatan orang-orang Madinah, qiyas, qaul
sahabat, maslahahmursalah, ‘urf, sadd ad-dara’i, istihsan dan istihsab.
19.Mun’im A. Sirry,Sejarah Fiqih Islam Sebuah
Pengantar , Risalah Gusti:Surabaya, Cet.2,2006. Hal. 87
20Ibid , Hal. 87-88
Bahkan
Syatibi,seorang ahli hukum mazhab Maliki, menyederhanakan
dasar-dasar mazhab Maliki itu ke dalam empat hal, yaitu Al-Qur’an, Sunnah,ijma’,
dan ra’yi (rasio)21.
c.
Dasar-dasar Fiqih Mazhab Syafi’i
Bagi
Imam Syafi’i Al-Qur’an dan Sunnah berada dalam satu tingkat, dan bahkan
merupakan satu kesatuan sumber syari’at Islam. Sedangkan teori-teori istidlal
seperti qiyas, istihsan, istishab, dan lain-lain hanyalah merupakan suatu
metode merumuskan dan menyimpulkan hukum-hukum dari sumber utamanya tadi. Pemahaman
integral Al-Qur’an dan Sunnah ini merupakan karakteristik menarik dari
pemikiran fiqih Syafi’ie. Menurut Syaafi’ie, kedudukan Sunnah, dalam banyak
hal, menjelaskan dan menafsirkansesuatu yang tidak jelas di dalam Al-Qur’an,
merinci yang global, mengkhususkan yang umum dan bahkan membuat hukum
tersendiriyang tidak ada di dalam Al-Qur’an. Hipotesa menarik lainnya dalam
pemikiran metodologi Syafi’ie adalah pernyataannya, “Setiap persoalan yang
muncul akan ditemukanketentuan hukumnnya di dalam Al-Qur’an”22. Untuk
membuktikan hipotesanya itu, Syafi’ie menyebut empat cara Al-Qur’an dalam menerangkan
suatu hukum. Pertama, Al-Qur’an menerangkan suatu hukum dengan
nash-nash hukum yang jelas, seperti nash-nash yang mewajibkan shalat, puasa,
zakat, dan haji, atau nash-nash yang mengharamkan zina, minum khamar, makan
bangkai, darah dan yang lainnya. Kedua, suatu hukum yang disebut
secara global dalam Al-Qur’an dan dirinci dalam Sunnah Nabi. Misalnya, jumlah
rakaat dalamshalat, waktu pelaksanaannya, demikian pula zakat, apa dan
berapakadar yang harus dikeluarkan. Semua itu disebut secara global dalamAl-Qur’an
dal Nabi-lah yang menerangkan secara terinci. Ketiga, Nabi
Muhammad saw juga sering menentukan suatuhukum yang tidak ada nash hukumnya di
dalam Al-Qur’an. Bentuk penjelasan Al-Qur’an untuk masalah seperti
ini dengan mewajibkan taat kepada perintah Nabi dan menjauhi larangannya. Di
dalam Al-Qur’an disebutkan : (4:80) Yang maksudnya : “ Barang siapa yang
taat kepada Rasul, berarti iataat kepada Allah.” Dengan demikian, suatu hukum
yang ditetapkan oleh Sunnah berarti juga ditetapkan oleh Al-Qur’an, karena
Al-Qur’an memerintahkan untuk mengambil apa yang diperintahkan oleh Nabi
menjauhi yang dilarang23. Keempat, Allah juga
mewajibkan kepada hamba-Nya untuk berijtihad terhadap berbagai
persoalan yang tidak ada ketentuan nashnya dalam Al-Qur’an dan Hadits. Penjelasan
Al-Qur’an dalammasalah yang seperti ini, yaitu dengan membolehkan ijtihad
(bahkan mewajibkan) sesuai dengan kapasitas pemahaman terhadap
maqashid al-Syari’ah (tujuan-tujuan umum syariat), misalnya dengan qiyas
atau penalaran analogis, dalam Al-Qur’an di sebutkan dalan 4:59d.
d.
Dasar-dasar Fiqih Mazhab Hambali
Sikapnya yang
tegas dan fundamentalis tercermin pemikiran- pemikiran fikihnya. Para
ulama Hanabilah berkesimpulan bahwa fatwa-fatwa Imam Ahmad bin Hambal dan
pemikiran-pemikiran fiqihnya dibangun atas sepuluh dasar, yaitu lima dasar
ushuliyah danlima dasar lainnya sebagai pengembangan. Dasar-dasar mazhabHambali
aitu adalah : (1) Nushus, yang terdiri dari nash Al-Qur’an,Sunnah dan nash
ijma’, (2) fatwa-fatwa sahabat, (3) apabila terjadi perbedaan, Imam Ahmad
memilih yang paling dekat dengan al-Qur’andan Sunnah;
21.Ibid, Hal. 97
22.Ibid . Hal. 111
dan apabila
tidak jelas, dia hanya menceritakan ikhtilaf itudan tidak menentukan sikapnya
secara khusus, (4) hadits-hadits mursal dan dhaif, (5) qiyas, (6) istihsan, (7)
sadd al-dara-i’, (8) istishab, (9) ibthal al ja’l, (10) maslahah mursalah24.
Dari
dasar-dasar dan metode-metode pengambilan hukumnya ini, terlihat bahwa Imam
Ahmad bin Hambal mempersempit penggunaan rasio sampai pada batas tertentu.
Ia lebih mendahulukan penggunaan qiyas.
23 .Q.S. 59 : 7
24. Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam Sebuah
Pengantar , Risalah Gusti:Surabaya, Cet.2,2006. Hal. 126
C)
Para Filosof 25
Dunia Islam Bagian Timur
Banyak dikalangan muslim para teolog yang kaya dengan wawasan ilmu dan
filsafat. Para ilmuan yang lebih berkonsentrasi dengan ilmu tertentu, dan para
filosofi yang selain menekuni berbagai bidang ilmu juga filsafat, para filosofi
muslim yang dibicarakan disini adalah al-kindi, al-farabi, al-razi, ikwan
al-safa, ibnu maskwih, ibnu sina, Al-Gazali. Berikut sekilas biografi dan
beberapa pokok pikiran mereka:
1.
Al-kindi
Nama lengkapnya Abu yusuf, ya’kub Ibnu Ishak
al-Sabban, Ibnu Imron Ibnu al-Asha’ath, Ibnu kays, Al-kindi, beliau busa disebut
Ya’kub, lahir pada taun 185 H, tentang filsafat al-kindi memandang bahwa
filsafat haruslah diterima sebagai bagian dari peradaban islam, karena
kedudukan filsafat penting.
Tentang Al-kindi mengatakan bahwa alam ini
adalah illat-nya. Alam itu tidak mempunyai asal. Kemudian menjadi ada karena
diciptakan, mengenai tuha Al-kindi mengatakan bahwa Tuhan adalah wujud
yang hak (benar).
25.Filosof (philosophos) sebagai satu
istulah teknis tidak dipakaikan pada seorang segera setelahnya. Istilah filosof
juga tidak mempunyai arti definitif pada zaman itu ; diceritakan bahwa
Aristoteles sendiri tidak mengunakanya. Belakangan, penggunaan istilah filsafat
(philosophia) dan Filosof (philosophos) semakin meluas. Secara etimologi
kata filsafat berasl dari bhasa Yunani, para ilmuan dan filosof sepakat memberi
arti yang sama tentang filsafat tersebut. (HAND OUT, FILSAFAT ISLAM OLEH ZAIM
ELMUBAROK, M.Ag)
2.
Al-farabi
Abu Nashr Muhammad Al- farabi lahir di wasir,
suatu desa di farab, khurasan, pada tahun 257 H (870 M). Ia berasal dari Turki
dan orang tuanya adalah seorang jendral. Menurut Al-farabi filsafat mencangkup
mate matika, dan matematika bercabang pada ilmu-ilmu lain, sebagian ilmu itu
berlanjut pada metafisika, mengenai Tuhan ia mengatajan bahwa Tuhan adalah wujud
yang sempurna lagi. Tentang penciptaan alam al-farabi cenderung memahami bahwa
alam tercipta melalui emanasi
3.
Al-razi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu
Zakaria al-Razi, hidup pada 250 -313 H / 865 – 925 M. Ia lahir, dewasa, dan
wafat di Ray, dekat teneran Persia, tentang Tuhan, Jiwa Universal, Materi
pertama, Ruang Absolut, dan Zaman Absolut. Tentang Tuhan ia mengatakan Tuhan
menciptakan manusia dengan subtansi ketuhanan-Nya.
4.
Ikhwan Al-Safa
Setelah wafatnya Al-farabi, muncullah kalangan
kelompok muslim yang menamai diri mereka dengan nama Ikwan Al-Safa, yang
berarti saudara-saudara (yang mementingkan). Kesucian (batin atau jiwa), mereka
berhasil menghasilkan karya ensiklopedis tentang ilmu pengetahuan dan filsafat
yang dikenal dengan judul “Rasail ikhwan al-Safa”. Identitas pemuka
mereka tidak terang karena mereka bersama anggota mereka memang merahasiakan
diri, ikhwan Al-safa membagi pengetahuan menjadi tga kelompok yaitu:
pengetahuan adab/sastra, pengetahuan syari’ah, pengetahuan filsafat. Dan
filsafat ter bagi menjadi empat bagian yaitu: pengetahuan matematika, logika,
fisika, dan pengetahuan ilahiah/metafisika. Filsafat mempunyai tiga taraf. (1)
taraf permulaan, (2) taraf pertengahan, (3) taraf akhir.
5.
Ibnu Maskawaih
Ibnu Maskawaih dilahirkan di Ray, nama lengkapnya
abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Maskawaih, ia belajar dan mematangkan
pengetahuannya di Baghdad, untuk membuktikan adanya Tuhan Ibnu maskawaih
mengatakan pembukaan Tuhan dengan pengenalan, tidak melalui rasio, tentang jiwa
dan akhlak dalam mukadimah karya tulisnya “Tazib al-aklak” ia mengatakan bahwa
tujuan untuk menulis itu agar kita berhasil membangun bagi jiwa-jiwa kita suatu
akhlak. Dengan akhlak itu muncul perbuatan yang indah.
6.
Ibnu Sina
Ar-Rais al-Husain bin Abdullah bin Ali
Al-Hamadi, dilahirkan pada tahun 980 M disebuah desa bernama afshanah. Ibnu
Sinah adalah filosof dan ahli kedok teran muslim paling populer sampai saat ini
sebagai metafisikus islam Ibnu Sina berpendapat bahwa antara jiwa dan badan
memiliki perbedaan. Ibnu Sina berpendapat bahwa jiwa adalah wujud raham, ia
juga membagi tiga macam jiwa di bumi yaitu (1) jiwa tumbuh-tumbuhan, (2) jiwa
binatang, (3) jiwa manusia.
7.
Al-Ghazali
Al-Ghazali hidup dari tahun 450 H/105 M sampai
tahun 505 H/1111 M. Ia lahir didesa Gazaleh dekat tus, di Baghdad ia berupaya
memahami filsafat dan iapun menunjuk kan pemahamanya tentang menulis buku, “Maqasid
al-falasifah” serta kemudian menunjukkan kemampuannya mengkritik
argumen-argumen kaum filosofi. Tiga pendapat filosofi-filosof muslim yang
dikufurkan Al-Ghazali yang tertuang dalam bukunya “tahafut al-falasifah”,
yakni pendapat bahwa alam itu azali atau qadim, pendapat bahwa tuhan tidak
mengetahui juz’iyyat, lalu iya juga mengkufurkan paham yang mengingkari adanya
kebangkitan tubuh di akhirat.
Berikut ini beografi dan beberapa pokok
pemikiran mereka:
1.
al-kindi
Nama
lengkap Abu yusuf,ya’hakub ibnu ishak al sabbah, ibnu imran, ibnu al-as
Asha’ath, Ibnu kays, al kindi. Beliau biasa disebut ya’kub. dan lahir pada
tahun 185 H (805) di kufah. AL-kindi berasal dari suku arab yang terpandang dan
memainkan peran utama dalam dunia pemikiran islam.
Al-Kindi
memulai pelajarannya di kufah, kemudian di Basrah, dan baghdad, ibu al Nadim
seorang pustakawan yang terpercaya menyebutan adanya 242 buah karya al-kindi
dalam bidang logika, metafisika, aritmatika, falak, musik, astrologi geometri,
kedokteran, politik dan sebagainya.
Tentang
filsafat al-kindi memandang bahwa filsafat haruslah diterima sebagai bagian
dari peradaban islam. Ia berupaya menunjukan bahwa filsafat dan agama merupakan
dua barang yang bisa serasi, ia menegaskan pentingnya kedudukan filsafatdengan
menyatakan bahwa aktifitas filsafat yang definisinya adalah mengetahui hakikat
sesuat sejauh batas kemampuan manusia dan tugas filosofi adalah mendapatkan
kebenaran.
Tentang
alam akindi mengatakan bahwa alam ini adalah illat-Nya. Alam itu tda mempunyai
asal, kemudian menjadi ada karena diciptikan tuhan. Al-kindi juga menegaskan
mengenai hakikat tuhan, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya
tidak ada karena ada, ia selalu mustahil tidak ada, jadi tuhan adalah wujud
yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud apapun.
2.
Al-Farabi
Abu
Nashr Muhammad al-Farabi lair di wasij, suatu desa di faab (transoxania0,
Khorasan, pada 257 H (870 M). Ia berasal dari turki dan orang tuanya adalah
seorang jendral. Ia sendiri pernah menjadi hakim dari farab ia pernah ke
baghdad, pusat ilmu pengetahuan waktuitu, disana ia belajar pada abu bishr
matta bin yunus, dan tinggal di Baghdad selama 20 tahun, kemudian ia pendah ke
allepo dan tinggal di istana saif ad_dullah guna memusatkan perhatian pada ilmu
pengetahuan filsafat.
Bagi
al-Farabi, filsafat mencakup matematika, dan matematika bercaang pada ilmu-ilmu
lain. sebagaimana ilmu itu berlanjut pada metafisika. Menurut al-farai bagian
metafisika secara lengkap dipaparkan oleh aristoteles dalam metapsycish yang
sering juga diacu dalam sumber-sum ber arab sebagi “book of letters” karya ini
terdiri atas bagian utama yaitu:
1.
Menelaah yang ada jauh keberadaannya atas
ontologin.
2.
Mnelaah beberapa kaidah pembutian yang umum
dalamogika, matematika dan fisika, atas etimologi.
Menelaah apa dan bagaimana “sustansi-substansi
mujarad (immaterial) yang berjenjang ini menanjak dari yang terendah sampai
yang ketinggi dan berpuncak pada wujud yang sempurna. Dan tak ada yang lebih
sempurna dari apa yang telah ada.
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa
suatu sebab, kalau ada sebab baginya, maka adanya tuhan tidak sempurna lagi.
Berarti adanya tuhan bergantung kepada sebab yang lain, karena itu ia adalah
substansi yang azali, yang ada dari semula dan selalu ada, substansi itu
sendiri telah cukup jadi sebab bagi kabadian wujudnya. Al-farabi dalam
metafisika nya tentang ketuhanan hendak menunjukkan keesaan tuhan, juga
dijelaskan pula mengenai kesatuan antara sifat dan zat (substansi) Tuhan, sifat
Tuhan tidak berbeda dari zat Nya, karena Tuhan adalah tunggal.
Tentang penciptaan alam al-farabi cenderung
memahami bahwa alam tercipta melalui proses emanasi sejak jaman azali, sehingga
tergambar bahwa penciptaa alam oleh tuhann dari tidak ada menjadi ada, menurut
al-farabi, hanya Tuhan saja yang ada dengan sendirinya tanpa sebab dari luar
dirinya. Karena itu ia disebut WAJB AL-WUJJUD U ZATIH.
3.
Al-Razi
Nama
lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria al-Razi, hidup pada 250-313
H/864-925 M. Ia lahir,dewasa dan wafat di Ray, dekat teheran persia. Al-Razi
sangat luas ilmunya, cabang-cabang ilmu pengetahuan yang pernah dipelajari
ialah filsafat, kedokteran, astronomi,kimia, sastra dan logika. Dengan demikian
tidak mengherankan apabila ia dikenal sebagai seorang yang ahli dalam medis,
filsafat, dan kimia, di bidang kedokteran al-razi cukup terkenel, karena
karanganya di idang kedokteran menjadi buku pedoman atau sebagai buku pedoman
atau sebagai buku teks kalangan kedokteran.
Persoalan
metafisika yang di bahas oleh al-razi seperti halnya yang ada pada filsafat
yunani kuno yaitu tentang adanya lima prinsip yang kekal yaitu: tuhan,
jiwa unfersal, materi pertama, ruang absolut, dan zaman absolute.
Tuhan
menciptakan manusia ddengan substansi ketuhananya kemudian akal, akal berfumgsi
menyadarkan manusia bahwa dunia yang di hadapi sekarang ini bukanlah dunia yang
sebenarnya, dunia yang sebenarnya itu dapat di capai dengan berilsafat. Dalam
karya tulis al-razi, al-tibb al-ruhani (kedokteran jiwa) tampak jelas bahwa ia
sangat tinggi menghargai akal, dikatakanya bahwa akal adalah karena
terbesar dari tuhan bagi manusia.
4.
Ikhwan Al-Safa’
Setelah
wafatnya al-Farabi, muncullah kalangan kelompok muslim yang menyebutkan
dirimereka sendiri dengan nama ikhwan al-safa’ yang berarti saudara-saudara
(yang mementingkan kesucian batin atau jiwa), mereka berhasil menghasilkan
karya ensiklopedi tentang ilmu pengetahuan dan filsafat yang dikenal
dengan judul Rasa’il Ikwan al-safa’, terdiri dari 52 risalah yang dapat dibagi
kedalam empat kelompok, yatu bidang matematika, fisika, risalah yang bisa
berbicara tentang jiwa manusia dan kelompok risalah yang mengkaji
masalah-masalah metafisika lain nya seperti tenteng tuhan, malaikat, jin, dan
setan.
Identitas
para pemuka mereka tidak terang karena mereka bersama para anggota mereka
mamang merahasiakan diri, menurut informasi al-sifstani para pemuka mereka
adalah abu sulaiman al-busti, abu al-hasan al-zanjani, abu ahmad al-nahrajuri,
pusat kegiatan mereka adalah abu sulaiman al-busti, abu al-hasan al-zanjani,
abu ahmad al-nahrajuri, pusat kegiatan mereka adalah kota basrah, sedang di
baghdad juga terdapat cabang dari kelompok rahasia itu, jamaa’at ikwan al
safa’ terdiri dari empat kelompok yaitu al-ikhwan al-abrar al-ruhama, al-ikhwan
al-akhyar al-fulada, al-ikhwan al-fudala al-kiram, kelompok elit yang
hati mereka telah terbuka dan menyaksikan kebenaran dengan mata hati.
Ikhwan
al-Safa’ membagi pengetahuan kepada tiga kelompok yaitu: pengetahuan
adab/ssastra, pengetahuan syari’ah, pengetahuan falsafat, dan pengetahuan
filsafat mereka dibagi menjadi empat bagian yaitu: pengetahuanmatematika,
pengetahuan logika, pengetahuan fisika, dan pengetahuan ilahiah, metafisika.
Filsafat meurut mereka memiliki tiga taraf yaitu: (1) taraf pemulaan, yakni
mencintai pengetahuan, (2) taraf pertengahan yakni pengetahuan hakikat dari
segala yang ada yang sejauh kemampuan manusia, (3) taraf akhir yakni berbicara
dan meramal sesuatu sesuai dengan pengetahuan mengenai alam Ikhwan al-Safa’
juga meganut paham penciptaan alam dan tuhan melalui cara emanasi.
5.
Ibnu Maskawaih
Ibnu
Maskawaih dilahirkan di Ray (sekarang tenaran) nama lengkapnya abu ali
ahmad ibnu muhammad ibnu maskawaih, ia belajar dan mematangkan pengetahuanya di
bagdad. Menurut ibnu maskawaih untuk membuktikan tuhan itu dengan pengenalan,
jadi tidak dengan malalui rasional. Sebab pengenalan selain di dapat secara
rasional juga dapat dengan melalui pengayatan yang berupa pengayatan yang
berupa penggalan kejiwaan. Sebagai bukti adanya tuan ialah gerak-gerak yang
lain itu timbulnya dari sumber gerak, sedangkan sumber gerak itu timbul
sendiri, adapun menutu teori pembahasan lam ialah tiap-tiap bentuk berubah pasti
diganti dengan bentuk yang lain.
Tentang
jiwa manusia dan akhlak ibnu maskawih menyatakan bahwa tujuan nya untuk menulis
itu adalah agar kita berhasil embangun bagi jiwa-jiwa kita suatu akhlak, dengan
akhlak itu muncul dari diri kita dengan mudah tanpa di buat-buat perbuatan yang
indah. Bagi nya jiwa itu berasal dari akal aktif, jiwa bersiifat rohani, karena
itu jiwa mampu menerima hal-hal yang bertentangan, sedangkan panca indra hanya
dapat menangkap sesuatu itu sudah menempel pada benda.
6.
Ibnu sina
Ar-rais
al-husain bin abdullah bin ali al-hamadani di lahirkan pada tahun 980 M di
sebuah desa bernama afshanah. 12 dekat bukahara yang saat ini terletak di
pinggiran selatan rusia, ibnu sina adalah filosof dan ahli kedokteran muslim
paling populer sampai saat ini di dunia barat, ibnu sina dikenal dengan sebutan
Avicenna.
Sebagai
seorang metafisikus islam, Ibnu sina berpendapat bahwa antara jiwa dan badan
memiliki perbedaan. Pengenalan dan perasaan manusia terhadap jiwa bersifat
langsung, karena pemikiran tidak memerlukan perantara didalam mengenal dirinya.
Ibnu sina seperti halnya al-farabi berpendapat bahwa jiwa adalah wujud rohani
(imateri) yang berada dalam tubuh, wujud imateri yang tidak berada atau tidak
langsung mengendalikan tubuh disebut akal. Dengan demikian, jiwa manusia adalah
wujud imateri yang berada dalam tubuh manusia. Jiwa itulah yang menjadi sebab
hidup, penggerak dan pengendali tubuh, ibnusian juga menjelaskan tiga macam
jiwa dibumi yaitu 1) jiwa tumbuh-tumbuhan, 2) jiwa binatang, 3) jiwa manusia,pada
jiwa tumbuh-tumbuhan terdapat potensi makan, potensi menumbuhkan, potensi
mengembang biakkan. Pada jiwa binatang, selain jiwa yang baru disebutkannya
juga terdapat potensi menggerakkan dan potensi menangkap, potensi khayal dan
sebagainya.
Pada
jiwa manusia, selain semua potensi yang telah disebutkan di atas juga terdapat
potensi berpikir peraktis dan berpikir teoritis, kemampuan teoritis ini pada
taraf potensi disebut akal material dan setelah berkembang pada berikut nya
disebut akal makalah.
7.
Al-Gazali
Al-Gazali
hidup dari tahun 450 H / 105 M sampai dengan tahun 505 H / 1111 M. Ialahir di
desa Gazaleh dekat Tus. Ia belajar di Tus jurtan, di nisyapur, dinisyapur
inilah ia dalam usia 20-28 tahun berguru dan bergaul dengan imam al-juwaini, di
Baghdad ia menjadi guru besar madrasah izamiah Baghdad, di Baghdad pula lah ia
berupaya mempelajari filsafat dan menunjukkan pemahamannya tentang filsafat
dengan menulis buku “Maqa sid al-falaisfah’’, serta kemudian menunjukkan
kemampuannya mengkritis argument-argumen kaum filosofis.
Tiga
pendapat filosofmuslim yang dikufurkan al-Gajali yang tertuan dalam bukunya
“tahafut al-falasifah”, yakni bahwa alam itu azali atau qadim, pendapat bahwa
tuhan tidak mengetahui juz iyyat, lalu iya juga mengkufurkan paham yang mengingkari
adanya kebangkitan tubuh di akhirat, itu berarti bahwa siapa saja yang
menganut, salah satu dari tiga faham tersebut menurut al-Gazali jatuh kedalam
kekafiran. Untuk paham yang pertama tentang paham qadim nyah alam menurutnya
bila alam dikatakan qadim maka mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu
diciptakan oleh tuhan. Jadi paham qadim nya alam membawa kepada
kesimpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya. Kedua tentang paham bahwa
Tuhan tidak mengetahui juzz’iyyat. paham bahwa Tuhan tidak mengetahui juzz’iyyat
bukanlah paham yang dianut oleh filosof muslim tapi paham ini dianut oleh
Aristoteles, menurut al-Gazali tuhan mengetahui hal-hal juz’i itu dengan
pengetahuannya tidak berubah, dan ini dapat dipahami seperti tidak berubahnya
pengetahuan tetapi sebab-sebab yang bersifat umum, atau dapat dipahami dengan
pengertian bahwa tuhan telah mengetahui hal-hal yang juz’i. Ketiga
tentang paham pengingkaran kebangkitan jasmani didalam kubur. menurut al-Gazali
gambaran al-qur’an dan hadist tentang akhirat bukan mengacu pada kehidupan yang
bersifat rohani saja, tapi pada jasmani juga, jasad-jasad dibangkitkan dan
disatukan dengan jiwa-jiwa manusia yang perna hidup didunia, untuk merasakan
nikmat surgawi yang bersifat rohani -jasmani dan merasakan azab neraka yang
juga bersifat rohani-jasmani.
D)
Aliran-Aliran
Tasawuf
Orang yang pertama memberikan perhatian kepada
tumbuhnya aliran-aliran dalam tasawuf Islam itu adalah Fakhruddin Al Razi.
Secara garis besar, alam pemikiran tasawuf
dalam Islam telah melahirkan tujuh aliran besar. Ketujuh aliran itu adalah :
1.
Aliran Ittihad
Zun Nun Almisry (245 H) adalah sufi yang
pertama kalinya mengemukakan faham ma`rifah dalam tasawuf dan dalam
perkembangannya. Menurut Zun Nun, bahwa ma`rifah yang hakiki adalah ma`rifah
sifat wahdaniyyah yang bagi wali-wali Allah secara khusus karena mereka
menyaksikan Allah dengan hati mereka, maka terbukalah bagi mereka apa-apa yang
tidak terbuka bagi orang lainnya.26
Apa yang telah dirintis oleh Zun Nun itu
dikembangkan lebih jauh oleh Abu Yazid Thaifur bin Isa Al Bistami (261 H). Abu
Yazidlah orang pertama sekali secara terbuka mengemukakan ajran ittihad.
Ittihad adalah kepercayaan bahwa khaliq (Allah) dapat bersatu dengan makhluk
(manusia). Yakni hubungan yang terjadi antara zat makhluk dengan khaliq.
Apabila terjadi hal ini maka makhluk akan berada dalam keadaan tak sadr diri,
yang mereka namakan mahwu.27
2.
Aliran Hulul
Al-Hulul adalah kepercayaan bahwa Allah
bersemayam di tubuh salah seorang, yang kiranya bersedia untuk itu, karena
kemurnian jiwanya dan kesucian ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut
akidah dan kepercayaan ini ialah Al-Hallaj.
Ajaran-ajaran Al-Hallaj tentang tasawuf
tergambar dalam buah fikiran yang terpisah-pisah dan di dalam teori yang
bersifat ekstrim. Menurut Abul Qasim Al Razi, Al Hallaj pernah menulis sebuah
surat yang berbunyi : “Dari yang maha pengasih lagi maha penyayang kepada fulan
bin fulan”. Tatkala ditanya orang mengapa dia menulis dengan kata-kata
tersebut, dia memeberikan jawban bahwa” Penulis itu hanya Allah sedang aku dan
tanganku hanyalah alat belaka”.28
3.
Aliran Ittishal
Aliran tasawuf Ittishal dikemukakan oleh para
filsuf Islam terutama Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, dan Ibnu Tufail.
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi di dalam
mengemukakan konsepsinya tentang tasawuf, tidak terlepas dari keahliannya
sebagi filsuf. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya membahas masalah amal
untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan kelezatan badaniyah saja,
tetapi juga harus melalui akal dan pemikiran itu sendiri.
Al-Farbi memandang tingkat ma`rifah manusia
dalam tasawuf adalah berjenjang naik dan apabila manusia telah berada diatas
jenjang Al-Aqlul Mustafad maka manusia mampu menerima nur ketuhanan,
berhubungan langsung dengan Al-Aqlul Fa`al. Ditingkat ini manusia tidak lagi
berda dalam tingkat ijtihad tetapi telah berda dalam tingkat pemberian Tuhan
hingga dapat berhubungan langsung dengan Tuhan (Ittishal).
Al-Farabi mengemukakan bahwa sentral segal
sesuatu adalah akal, maka dalam tasawufnya ia berpendapat bahwa tujuan tasawuf
terkhir adalah pencapaian sa`dah yang tertinggi dalam wujud kesempurnaan
ittishal dengan Al Aqlu Fa`al.
Perkembangan akal dan peningkatannya tidak bisa
lepas dari perkembangan jiwa, peningkatan dan pembersihannya.29
4.
Aliran Isyraq
Tokoh aliran Isyraq adalah Syihabuddin Yahya
bin Hafash Suhraward. Sejak kecil ia telah belajar agamadan menghafal Al-Qur`an
kemudian belajar di Maraghah berguru dengan Imam Mahyuddin Al Jilli,
dilanjutkan dengan belajar kepada Zahiruddin Al Qari di Asfahan, dan diteruskan
dengan belajar kepada Al Mardini.
Suhrawardi meninggal dunia karena hukum bunuh
yang dilaksanakan oleh Az-Zahir atas perintah Al-Ayyubi pada tahun 587 H/1191 M
pada usia 83 tahun. Sebab jatuhnya hukuman bunuh itu karena penafsiran
Suhrawardi terhadap berbagai hal tentang ketuhanan, kenabian dan sebagainya
yang dianggap berbahaya kepada akidah kaum muslimin.
Suhrawardi mendasarkan teori filsafatnya kepada
Isyraq. Kata Isyraq berasal dari bahasa Arab yang berarti timur. Secara
etimologi mengandung maksud terbitnya matahari dengan sinar yang terang.
26 .M. Laily Mansur, Tasawuf Islam Mengenal
Aliran dan Ajaran, (Jakarta : Lambung Mangkurat University Press, 1992),
hlm. 47.
27. Ma`ruf Al Payami, Islam dan Kebathinan
(Solo : CV. Ramadhani, 1992), hlm.69.
28. M. Laily Mansur, Tasawuf Islam Mengenal
Aliran dan Ajaran, opcit, hlm. 51
29. Ibid, hlm. 57.
30. Ibid, hlm. 69.
5.
Aliran Ahlul Malamah
Aliran Ahlul Malamah lahir di Nishapor pada
bagian kedua abad ketiga hijriyah. Kata Al Malamah berasal dari kata laum yang
artinya celaan. Ahlul Malamah adal sekumpulan orang yang mencela dan
merendahkan diri mereka karena itulah tempat kesalahan-kesalahan.30
Ajaran kaum malamatiyah ini pada dasarnya ialah
mencela diri sendiri, merendahkan dan menghinakannya didepan orang untuk
melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan, menjaga kemurnian
ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain, Hamdun Al
Qassar (m.271 H), Abu Utsman Al Hairi (m.289 H), Mahfudz Al Naisaburi (m.303
H), Abul Husein Al Warraq ( m.320 H), Abu Umar Al Zujaji (m.348 H), Abul Husein
bin Bandar (m.350 H), Abul Hasan bin Sahal Al Busyanji (m.348 H), Abi Ya`kub Al
Nahrajuri (m.330 H), dan Muhammad bin Ahmad Al Farra` (m.370 H). Aliran ini
banyak memiliki ajaran-ajaran yang bersifat ekstrem dan bertendensi negative
dalam kehidupan. Oleh karena itu, aliran ini tidak banyak mendapat pengikut dan
tidak bertahan lama dalam sejarah pemikiran Islam.
6.
Aliran Wahdatul Wujud
Pemimpin aliran Wahdatul Wujud adalah filsuf
dan sufi yang bernama Ibnu Arabi dari Andalusia. Beliau
dilahirkan tahun 598H/1102M dan meninggal pada tahun 638H / 1240M.
Menurut Dr. Abdul `Ala Afifi, tidak ditemui
seorang tokoh aliran Wahdatul Wujud dalam Islam yang memiliki ajaran sempurna
sistematis terkecuali Ibnu Arabi. Dialah peletak dasar dan Pembina
ajaran-ajaran Wahdatul Wujud hingga berdiri sebagai suatu aliran.
Menurut Ibnu Arabi, adanya alam semesta ini
tidak bias dipisahkan dengan sejarah Nabi Adam sendiri.31
Wahdatul Wujud adalah kepercayaan bahwa yang
maujud (ada) itu hanyalah satu, tidak dapat diduakan. Dengan kata lain, tak ada
yang maujud(ada) kecuali Allah SWT.32
7.
Aliran Ahlus Sunnah
Perkembangan tasawuf aliran Ahlus Sunnah
dimulai dengan perkembangan teologi yaitu pembahasan di sekitar aqidah dan
tampak menonjol dalam pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Abdullah bin Said
Al Kulaby (240 H) dan kemudian berlanjut lebih jelas dalam perkembangan tasawuf
di dalam konsepsi yang dikemukakan oleh Al Haris Al Muhasiby (243 H) sebagai seorang
ahli kalam dan sufi.
Di bidang teologi tampil Imam Asy`ari (324 H)
dan Imam Maturidi (333 H) dengan konsepsi yang sistematis hingga melahirkan
daoktrin Ahlus Sunnah Wal Jma`ah.
Di bidang tasawuf, penyempurnaan apa yang telah
dikemukakan oleh Al Haris Al Muhasiby dilanjutkan oleh sufi besar Junaid Al
Baghdady (297 H) dengan meletakkan dasar-dasar yang kuat, dan kemudian
disempurnakan secara sistematis oleh Hujjatul Islam Imam Al Ghazali (505 H)
hingga terwujud doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama`ah.
Ajaran tasawuf Ahlus Sunnah Wal Jama`ah adalah
bersumber dari mereka yang di dalam hidup dan berfikir didasarkan kepada
Al-Qur`an dan Sunnah dengan mengambil pelajaran dari ilmu para Nabi dan Rasul
dengan mengikuti secara teratur jejak langkah mereka di dalam menghambakan
diri, melakukan jihadun nafs, menegakkan akhlak yang utama dengan tingkah laku
dan perbuatan yang terpuji di sisi Allah, bening hati dan bersih dalam
kehidupan, dan sabar dalam mengatasi berbagai halangan dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Mereka adalah para sahabat Rasulullah SAW seperti
haritsah, Bara`ah bin Malik, Abu Israil, Huzaifah, Abi Darda`, Abu Zar,
`Ukasah, Abdullah bin Umar, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Suhaib, Abu Rafi`I,
Bilal Habab dan lain-lain. Dari tabi`in antara lain : Ali bin Husein ( Zainul
`Abidin), Muhammad Al Bakir, Ja`far As Shadiq, Uwais Al Qarni, Ibnu Huzaim,
Salmah, Hasan Al Basri dan lain-lain.33
31. Ibid, hlm. 75.
32. Ma`ruf Al Payami, Islam dan Kebathinan, opcit,
hlm. 69
33. M. Laily Mansur, Tasawuf Islam Mengenal
Aliran dan Ajaran, opcit, hlm. 83.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dengan demikian kita telah mengenal sejumlah
aliran kalam yaitu Khawarij, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Muktazilah dan
Aswaja yang terdiri dari 3 subsekte yaitu Asy’ariyah, Maturidiah Samarkand dan
Maturidiah Bukhara. Aliran kalam terakhir oleh Ibnu Taimiyah adalah Aliran
Salafi. Aliran ini tidak sejalan dengan aliran aswaja, karena aswaja
menggunakan logika dalam menjelaskan teologi.
Secara histories, hukum islam telah menjadi 2
aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW. Dua aliran tersebut adalah
Madrasat Al-Madinah dan Madrasat Al-Baghdad/Madrasat Al-Hadits dan Madrasat
Al-Ra’y. Aliran Madinah terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di Madinah,
aliran Baghdad/kuffah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota
tersebut.
Atas jasa sahabat Nabi Muhammad SAW yang
tinggal di Madinah, terbentuklah Fuqaha Sab’ah yang juga mengajarkan dan
mengembangkan gagasan guru-gurunya dari kalangan sahabat. Diantara fuqaha
sab’ah adalah Sa’id bin Al-Musayyab. Salah satu murid Sa’id bin Al-Musayyab
adalah Ibnu Syihab Al-Zuhri dan diantara murid Ibnu Syihab Al-Zuhri adalah Imam
Malik pendiri aliran Maliki. Ajaran Imam Maliki yang terkenal adalah menjadikan
Ijma dan amal ulama madinah sebagai hujjah. Dan di Baghdad terbentuk aliran
ra’yu, di Kuffah adalah Abdullah bin Mas’ud, salah satu muridnya adalah
Al-Aswad bin Yazid Al-Nakha’I salah satu muridnya adalah Amir bin Syarahil
Al-Sya’bi dan salah satu muridnya adalah Abu Hanifah yang mendirikan aliran
Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanifah adalah sangat ketat dalam penerimaan
hadits. Diantara pendapatnya adalah bahwa benda wakaf boleh dijual, diwariskan,
dihibahkan, kecuali wakaf tertentu. Karena ia berpendapat bahwa benda yang
telah diwakafkan masih tetap milik yang mewakafkan.
Murid Imam Malik dan Muhammad As-Syaibani
(sahabat dan penerus gagasan Abu Hanifah) adalah Muhammad bin Idris Al-Syafi’I,
pendiri aliran hukum yang dikenal dengan Syafi’iyah atau aliran Al-Syafi’i.
Imam ini sangat terkenal dalam pembahasan perubahan hukum Islam karena
pendapatnya ia golongkan menjadi Qoul Qodim dan Qoul Jadid.
Salah satu murid Imam Syafi’i adalah Ahmad bin
Hanbal pendiri aliran Hanbaliyah. Disamping itu masih ada aliran zhahiriyah
yang didirikan oleh Imam Daud Al-Zhahiri dan aliran Jaririyah yang didirikan
oleh Ibnu Jarir Al-Thabari.
Dengan demikian, kita telah mengenal sejumlah
aliran hukum islam yaitu Madrasah Madinah, Madrasah Kuffah, Aliran Hanafi,
Aliran Maliki, Aliran Syafi’I, Aliran Hanbali, Aliran Zhahiriyah dan Aliran
Jaririyah. Tidak dapat informasi yang lengkap mengenai aliran-aliran hukum
islam karena banyak aliran hukum yang muncul kemudian menghilang karena tidak
ada yang mengembangkannya.
Thaha Jabir Fayadl Al-Ulwani menjelaskan bahwa
mazdhab fiqih islam yang muncul setelah sahabat dan kibar At-Tabi’in berjumlah
13 aliran, akan tetapi tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar dan metode
istinbath hukum yang digunakannya.
Berikut pendiri aliran-aliran tersebut :
1.
Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar Al-Bashri
2.
Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi
3.
Al-Uza’i ‘Abu Amr A’bd Al-Rahmat bin ‘Amr bin Muhammad
4.
Sufyan bin Sa’id bin Masruq Al-Tsauri
5.
Al-Laits bin Sa’d
6.
Malik bin Anas Al-Bahi
7.
Sufyan bin U’yainah
8.
Muhammad bin Idris
9.
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
10.
Daud bin Ali Al-Ashbahani Al-Baghdadi
11.
Ishaq bin Rahawaih
12.
Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalabi
Aliran hukum islam yang terkenal dan masih ada
pengikutnya hingga sekarang hanya beberapa aliran diantaranya Hanafiyah,
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah, akan tetapi yang sering dilupakan dalam
sejarah hukum islam adalah bahwa buku-buku sejarah hukum islam cenderung
memunculkan aliran-aliran hukum yang berafiliasi dengan aliran sunni, sehingga
para penulis sejarah hukum islam cenderung mengabaikan pendapat khawarij dan
syi’ah dalam bidang hukum islam.
Para penulis ajaran tasawuf, termasuk Harun
Nasution, memeperkirakan adanya unsur-unsur ajaran non-islam yang mempengaruhi
ajaran tasawuf. Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh pada ajaran tasawuf
adalah kebiasaan rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materi. Pada
dasarnya tasawuf merupakan ajaran tentang Al-Zuhd (Zuhud), kemudian ia
berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut shufi.
Zahid yang pertama adalah Al-Hasan A-Basir. Dia pernah berdebat dengan Washil
bin Atha’ dalam bidang teologi, ia berpendapat bahwa orang mu’min tidak akan
bahagia sebelum berjumpa dengan Tuhan. Zahid dari kalangan perempuan adalah
Rabi’ah Al-Adawiyah dari Basrah, ia menyatakan bahwa ia tidak bisa membenci
orang lain, bahkan tidak dapat mencintai Nabi Muhammad SAW, karenya cintanya
hanya untuk Allah SWT.
Metode tasawuf dibagi menjadi 3 (tiga), Tahallia, adalah pengisian diri untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Takhalli adalah pengosongan diri sufi, sedangkan Tajalli adalah penyatuan diri dengan Tuhan.
Metode tasawuf dibagi menjadi 3 (tiga), Tahallia, adalah pengisian diri untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Takhalli adalah pengosongan diri sufi, sedangkan Tajalli adalah penyatuan diri dengan Tuhan.
Disamping itu, dalam ajaran para sufi dikatakan
bahwa Tuhan pun tidak berkehendak untuk menyatu dengan manusia. Suatu keadaan
mental yang diperoleh manusia tanpa bias diusahakan disebut Hal-Ahwal.
Rabiah merumuskan kedekatannya dengan Tuhan
dalam Mahabbah, dengan demikian ada hubungan timbal balik antara sufi dengan
Tuhan.
B.
HARAPAN
Demikian makalah dengan judul “ALIRAN -ALIRAN
DALAM PEMIKIRAN ISLAM DAN SEJARAH NYA” ini dapat penulis selesaikan.
Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan puji
syukur kepada Allah SWT. Atas pertolongan-nya, penulisan ini dapat
terselesaikan. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasi pada semuapihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini. Tanpa mengurangi rasa
hormat, penulis memohon saran dan masukan guna kesempurnaan tulisan ini.
Harapan penulis semoga makalah dengan segala
kekurangannya ini, dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi para
pembaca, amin.
DAFTAR PUSTAKA
http://diaz2000.multiply.com
http://www.mail-archive.com/sarikata@yahoogroups.com/msg08055.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas
http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/04/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_bin_Hanbal
http://www.hupelita.com
http://diaz2000.multiply.com
http://suman-ding.blogspot.com/2012/02/aliran-aliran-dalam-pemikiran-islam-dan_7282.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar